"Air, tanah, api, udara. Dahulu kala ke-empat negara hidup dalam damai. Kemudian, semua berubah ketika negara api menyerang..."
Intro yang sangat ikonik di setiap episodenya, soundtrack yang sangat memorable, karakter-karakter unik, humor-humor ringan, serta flora dan fauna fiktif yang eksotis menjadikan Avatar: The Last Airbender (ATLA) salah satu kartun yang susah dilupakan. Bahkan tetap bisa dinikmati berapa kali pun kita menamatkannya. Acara yang juga berjudul Avatar: The Legend of Aang di beberapa negara ini merupakan salah satu kartun "anak-anak" dari Nickelodeon yang bercerita tentang perang besar yang berlangsung 100 tahun lebih di suatu dunia fiktif yang terdiri dari empat negara (dan berasal dari empat elemen klasik): Api, Air, Tanah, Udara. "Dan hanya Avatar, penguasa keempat elemen yang dapat menghentikannya." Petualangan Aang sang avatar (sekaligus pengendali udara terakhir), bersama teman-temannya diceritakan dengan sangat apik dalam 61 episode yang terdiri dari 3 season, atau dalam istilah Avatar 3 buku yang diberi judul berdasarkan urutan Aang mempelajari pengendalian (bending) elemen: Air, Tanah, Api.
Setelah beberapa kali menonton ulang kartun tersebut dari episode pertama sampai tamat, terutama ketika menontonnya bukan lagi sebagai anak-anak, saya mendapati bahwa kartun tersebut lebih dari kartun biasa. Tidak hanya sekadar baik melawan buruk, ada nilai-nilai politik, sosial, dan kartun tersebut juga mengajarkan bahwa di dunia ini isinya tidak hanya hitam dan putih mutlak, ada juga yang abu-abu. Hal itu tentunya dikemas seringan mungkin untuk menyesuaikan dengan target penontonnya, yaitu usia 7 tahun ke atas. Premisnya sederhana: baik melawan buruk, tapi detail-detailnya sungguh ciamik.