Monday 17 October 2022

Senin

Langit terbelah
Ikut meratap pilu
Tangisan hujan

Senin pagi, macet lagi, bunyi klakson bersautan tanpa henti. Arghhhh, belum apa-apa sudah terasa capek. Lagi-lagi aku harus menghabiskan lebih dari setengah jam untuk berangkat menuju pekerjaan yang tidak benar-benar aku cintai.

Selalu saja seperti ini. Perasaan tidak tergenapi yang selalu datang menghantui. Orang-orang bisa berangkat dengan penuh optimisme, bahwa hari ini, minggu ini akan terjadi perubahan besar pada dirinya. Mereka pulang pun dengan rasa bahagia dan tergenapkan, accomplished. Sehari kerja telah dilalui dengan membanggakan. Ada sesuatu yang bisa dibawa pulang, diceritakan ke orang-orang, dikenang sebagai sebuah prestasi.

Sejujurnya aku sangat iri.

Begitu mengerikan bayangan bahwa aku harus menghabiskan beberapa dekade mengerjakan pekerjaan ini, bangun pagi-pagi dan berangkat setengah jam lebih, (lagi-lagi) hanya untuk menghabiskan 8 jam di pekerjaan yang tidak benar-benar ku cintai. Tidak ada rencana jangka panjang karena rencana harian pun tidak ada. Setiap malam ku termenung, bingung dengan apa yang akan terjadi besok. Dan orang-orang hanya bisa menyuruh bersyukur. Memang ringan sekali kalau hanya mengucapkannya, coba sehari saja kita bertukar posisi.

Mengapa kami tidak mendapat kesempatan yang sama?


Tangerang Selatan, 17 Oktober 2022
Sampai mati kami tidak akan rela



No comments:

Post a Comment