Sunday 20 March 2022

Beberapa alasan untuk membeli (atau tidak membeli) Kindle e-reader

Sekitar setahunan ini saya telah memakai Kindle Paperwhite 10th edition 2018 (alias Kindle Paperwhite 4), dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya. Beberapa teman menanyakan apakah perangkat ini worth it untuk dimiliki, dan apakah bisa digunakan tuk melakukan fitur ini-itu.

Baiklah. Untuk menjawabnya, saya akan coba membuat daftar pertanyaan (dan jawabannya) yang bisa digunakan sebagai justifikasi untuk membeli (atau tidak membeli) Kindle e-book reader.


1. Kindle ini apaan sih, dan buat apa?

Pertama-tama, sebenarnya nama Kindle itu sendiri merujuk ke beberapa hal, tapi semuanya masih merupakan produk dari Amazon. Ada Kindle Basic Reader (atau sering kali disebut Kindle saja), ada Kindle Paperwhite, Kindle Oasis, dan Kindle Fire yang merupakan tablet Android biasa. Untuk memudahkan, di tulisan ini saya sebut semua Kindle e-reader sebagai Kindle saja. Sesuai dengan namanya, e-book reader, tentu saja fungsi utama perangkat ini adalah untuk membaca buku elektronik (buku digital). That's it and that's all.

2. Apakah ada google play-nya?

Karena Kindle bukan merupakan perangkat Android, jadi tentu saja tidak ada Google Playstore. Dan  tidak bisa untuk download aplikasi apa pun pula.

3. Bisa buat main game?

Tentu saja tidak. Buka email juga tidak bisa. Tidak ada Whatsapp, Telegram, Instagram, dll. Cek kembali ke pertanyaan No. 1 dan 2.

4. Bisa baca file pdf?

Bisa banget, tapi sangat floppy dan sama sekali tidak nyaman. Jangan dibayangkan Kindle itu seperti tablet pada umumnya atau seperti smartphone. User Interface (UI)-nya tidak secepat itu. Transisi dari halaman ke halaman sangat tidak smooth.

5. Bisa terkoneksi ke internet?

Surprisingly, Bisa! Bahkan ada browser bawaannya (experimental browser). Meskipun ya begitulah, sangat tidak enak untuk kegiatan browsing. Lagi pula orang membeli Kindle tidak untuk browsing internet. Lagi-lagi, kembali ke No. 1.

Lantas untuk apa koneksi internet di perangkat seperti itu? Tentu saja untuk download buku elektronik dari Amazon. Lanjut ke No. 6.

6. Bagaimana cara "mengisi" buku di Kindle?

Secara daring (online), pengguna bisa membeli buku dari Amazon dan buku digital yang telah dibeli tersebut akan secara otomatis masuk ke perangkat Kindle. Cara belanja bukunya pun tidak harus dari perangkat Kindle pengguna, tapi bisa juga dari PC atau smartphone. Karena (lagi-lagi) biarpun bisa untuk browsing, sangat tidak nyaman dan tidak disarankan.

Pengguna juga bisa "mengisi" buku dari komputer melalui koneksi USB. Format file yang dipakai AZW dan MOBI.

7. Loh bukunya beli lagi toh? Kirain udah beli perangkatnya mahal-mahal terus buku-buku digitalnya (jadi) gratis.

Ibarat kita beli rak buku yang mahal banget, mungkin harganya 50 atau 100 juta, tentu untuk mengisinya kita harus beli bukunya dulu. Tidak lantas kita bisa ambil buku secara seenaknya di Gramedia hanya karena kita punya rak buku (yang mahal banget itu) di rumah.

Seperti itu pula perangkat Kindle. Ia tak ubahnya hanyalah rak buku untuk menyimpan buku-buku digital. Tapi tenang saja, buku-buku digital harganya di bawah buku cetak kok, karena (1) tidak ada biaya cetak, dan (2) tidak ada biaya impor. Selain itu juga di Amazon sering ada daily deals dan banyak buku gratisan juga (kebanyakan karya klasik bisa di-download secara gratis di sana).

8. Jadi beli bukunya cuma bisa dari Amazon. Apakah ada buku berbahasa Indonesia di sana?

Sejauh pengalaman pribadi, belum nemu buku berbahasa Indonesia di Amazon. Tapi, karena memang alasan saya membeli Kindle adalah untuk easy access ke koleksi Amazon, jadi ya hal tersebut (lagi-lagi) bagi saya pribadi tidak masalah. Dan untuk buku berbahasa Indonesia saya lebih senang ngoleksi (dan baca) buku fisik.

Oke, mungkin alasan No. 8 ini sudah cukup menjadi pertimbangan apakah tetap mau membeli Kindle atau tidak. Kalau berharap bisa baca buku berbahasa Indonesia, Kindle bukan pilihan.

9. Dengan fitur yang terbatas gitu, kenapa masih mau beli Kindle?

Fitur lengkap telah saya ulas di tulisan yang ini, jadi tidak perlu perulangan (redudancy).

Saya kembalikan ke pembaca, apakah tetap mau beli Kindle dengan berbagai keterbatasannya. Kalau bagi saya sendiri, fiturnya sudah pas. Tapi kan kebutuhan orang berbeda-beda. Kalau yang kamu butuhkan adalah tablet serba bisa, tentu saja Kindle itu sangat amat tidak worth-it untuk dibeli.

Tapi, kalau ingin tablet e-reader yang minim distraksi, dengan layar hitam putih yang sangat mirip dengan kertas HSSD di buku-buku cetak, tentu Kindle adalah pilihan tepat. Karena motto Less is More, sehingga semakin tidak ada fiturnya semakin dicari.

Sebagai e-reader, memang Kindle itu masuk sebagai kategori tablet, meskipun gak tablet-tablet banget juga. Semua ada fungsinya masing-masing. Ibaratnya begini: Kijang Innova itu alat transportasi, Truck Hino juga alat transportasi. Tapi kalau kita ingin ngangkut pasir, tentu saja yang kita butuhkan adalah Hino, walaupun Innova juga bisa buat ngangkut pasir (tapi ya ngapain?).

Mungkin kalau ingin layar yang sama seperti Kindle dengan fitur-fitur full android, silakan beli Onyx. Namun, karena saya sendiri belum pernah menggunakan perangkat tersebut (megang saja juga belum pernah), jadinya tidak bisa kasih ulasan lebih lanjut.


Tangerang, 20 Maret 2022

Besok senin :(




No comments:

Post a Comment