Sunday 22 January 2023

Beberapa tips baru dalam mengajar anak SMA

Image by standret on Freepik

Sudah lewat tengah malam dan saya yang belum bisa tidur ini malah kepikiran mau menuliskan sesuatu. Agar idenya tidak menguap begitu saja.

Beberapa hari yang lalu, saya mendapat WA dari seorang HRD sebuah lembaga bimbingan belajar (LBB). "Halo kak, selamat kamu lolos administrasi. Berikut mohon dikerjalan test tulisnya." Saya lupa bahwa beberapa waktu yang lalu pernah mendaftar di sana, akhirnya teringat lagi. Hahaha sungguh sebuah kebetulan.

Lalu setelah mengerjakan apa yang ia minta kerjakan, saya pun mendapat WA lagi. "Selamat, kamu lolos tes tulis. Tahap selanjutnya microteaching pada hari Rabu, 18 Januari 2023 mulai pukul 19:30 dengan tema bebas. Waktu maksimal 15 menit. Link Zoom akan dikabarkan kemudian."

OK, dan saya mempersiapkan presentasinya.

***

Pukul 19:30 pun tiba.

Saya sudah masuk ke ruang Zoom. Masih tidak ada orang. Sekitar 19:40, baru dimasukkan ke dalam breakout room. Baiklah. Ternyata tes microteaching hari ini bukan hanya saya yang dites, tapi ada 3 peserta lain, dan tak lupa dua orang dari LBB tersebut yang menilai presentasi kami. Setelah semuanya sudah masuk breakout room, kami bertanya ini-itu, berasal dari mana, dst.

Tiba-tiba saya mendapat giliran pertama, dan saya membawakan materi teori atom...


Fyuh. Lumayan deg-degan juga ternyata, walaupun "cuman" online. Hehehe, biasa mengajar privat terus tiba-tiba "mengajari" bapak-bapak yang sudah mengerti duluan, jadi agak-agak gimana gitu.

Saya sudah persiapkan powerpoint-nya sebaik mungkin, dengan animasi-animasi yang "diharapkan" mampu menambah pemahaman siswa yang mendengarkan. 

Ternyata eh ternyata, flop juga. Saya yang memang agak "demam panggung" ditambah dengan materi yang bagi orang lain mungkin membosankan. Dalam waktu 15 menit, saya mencoba merangkum bagaimana perjalanan umat manusia dari era pra-Sokrates hingga di zaman modern ini untuk memahami alam semesta tempat mereka tinggal, memahami bagian terkecilnya, penyusun yang merupakan building block bernama atom itu.

Baik, setidaknya ada suatu pelajaran yang dapat dipetik: cara mengajarku masih membosankan.

Lalu peserta giliran kedua, ketiga, hingga keempat (terakhir) pun selesai. Waktu menunjukkan pukul 21:00. Evaluasi dari mas-mas LBB. Ada beberapa tips yang mereka berikan:

  1. Ajari anak-anak itu sedikit demi sedikit, jangan "dijejali" dengan informasi, karena pasti akan jenuh. Ini berkaitan pula dengan sentimen mereka atas pelajaran kimia itu sendiri.
  2. Buat mereka nyaman. Ajak interaksi, dengan menyebut namanya secara langsung (bukan bermaksud mengintimidasi, tapi hanya membangun komunikasi dan interaksi positif).
  3. Memory span anak-anak itu pendek, jadi sebisa mungkin latihan dan penjelasan itu dalam 1 slide yang sama, jadi mereka ada contekan, dan merasa bahwa kimia itu ternyata tidaklah susah.
  4. Jangan langsung memberikan konsep abstrak, tapi berikan pendekatan yang lebih konkret terlebih dahulu.

Selama ini, salah satu hal yang saya tekankan kepada murid-murid les privatku adalah jangan terlalu menghafal. Okelah, di kimia ada hal-hal yang mau tidak mau memang harus dihafalkan (misalnya tata nama senyawa, nama-nama unsur, nama-nama ion, dan sebagainya), tapi yang lebih penting adalah pemahamannya. Contohnya, untuk memahami Asas Le Chatelier tentang pergeseran kesetimbangan, kita tidak bisa serta merta menghafalkannya kata per kata. Okelah, hari ini mungkin hafal (benar-benar hafal kata per kata, bahkan mungkin sampai titik dan komanya) tapi minggu depan mungkin sudah sama sekali tidak ingat. Memahami Asas Le Chatelier berarti mengerti bahwa suatu sistem kesetimbangan kimia itu cenderung ingin mempertahankan keadaan setimbangnya dari gangguan luar. Maka, apabila "gangguan dari luar" itu hadir, sistem kesetimbangan akan bergeser ke arah reaksi yang "melawan" gangguan tersebut.

Selain itu, paradigma saya dalam mengajar les ke anak-anak SMA selama ini adalah kita belajar untuk mengerti, bukan hanya untuk bisa mengerjakan soal semata. Soal-soal yang ada itu bukan tujuan, tapi alat atau sarana dalam mewujudkan tujuan utama kita yaitu mengerti, atau sebagai indikator pemahaman kita. Di sisi lain, LBB hanya berfokus "asal bisa mengerjakan soal". Sehingga mengerjakan soal itu sendiri adalah tujuan, bukan alat atau indikator.

Tapi, bagaimanapun memang mereka para LBB itu hanya melaksanakan "apa yang diinginkan oleh pasar". Memang sejauh ini satu-satunya jalan untuk mengukur pemahaman adalah dengan pengerjaan soal, dan LBB menyediakan solusi atas hal itu. Maka bimbingan ujian nasional, bimbingan SBMPTN, dan bimbingan masuk STAN, masuk akpol, dan berbagai bimbingan pun dibuat. Apakah salah? Tidak dong, wong demand-nya memang ada.

Akhir kata, sebagai seorang dewasa yang sudah lulus SMA entah berapa tahun silam, ayo bersama-sama kita "temukan lagi", kita pelajari lagi apa-apa yang dulu kita dapatkan semasa SMA dengaan cara yang "salah", misalnya hanya menagandalkan hapalan semata (rote memorization). Ayo, kita perkuat fundamental kita, supaya nanti kalau ada kesempatan untuk menularkan kembali ilmu itu, kita dapat memberikannya dalam cara-cara yang kita anggap "benar".


Bogor, 19 Januari 2023
Hmm






No comments:

Post a Comment