Monday 2 May 2022

Pertama kali: lebaran di perantauan

 
"There is a first time for everything."

Ada banyak hal yang baru bagi kita, termasuk merayakan lebaran jauh dari rumah. Pada lebaran 2021 kemarin (1 Syawal 1442), saya tidak pulang kampung karena anjuran (atau ancaman) dari pemerintah. "PNS tidak boleh mudik saat lebaran." Ya sudah cari aman saja, kan. Daripada terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Kamis, 13 Mei 2021

Suara takbir berkumandang dari Masjid Dzarratul Muthmainnah BATAN Indah, tempatku tinggal di sebuah kos-kosan. Masjid itu hanya berjarak beberapa ratus meter dari kos sehingga bisa ditempuh dengan berjalan kaki saja. Pagi hari sekitar jam setengah 7 saya berangkat. Sudah lumayan ramai, rupanya. Sholat Id pagi itu masih dilakukan dengan formasi menjaga jarak, selang-seling 1 shaf.

Selesai sholat, saya pulang ke kos, lalu menelepon orang tua di rumah. Panggilan video. "Halo, kok tambah tembem." adalah respons pertama mereka. Hmm, sejak beberapa bulan setelah pindah ke Serpong berat badan (seharusnya massa atau bobot badan sih, tapi ya sudahlah ya) naik dari 58 kg ke 62 kg (hari itu).

Hari yang panjang 

Hampir sepanjang hari saya tak pergi ke mana-mana. Setelah sholat dhuhur di kos, seorang teman kantor lalu datang ke kos. Kami lalu berangkat menuju rumah salah seorang atasan di kantor. Di sana kami makan-makan bersama seolah sebagai satu keluarga besar. Keluarga besar Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka. Kami di rumah atasan tersebut hingga matahari hampir tebenam.

Saya pulang menjelang maghrib. Seorang teman tiba-tiba mengirim pesan "mas, ada lebihan ketupat dan opor. ambil ke sini." Dan saya pun ambil ke sana sekalian sholat maghrib di masjid yang dekat dengan tempat tinggalnya.

Setelah maghrib, saya tak langsung pulang. Seorang sepupu jauh mengirim pesan (undangan) tuk ke rumahnya. Hampir saja saya lupa. Lalu saya pun ke sana hingga malam sedikit larut. Sekitar pukul 21:00 saya pulang.

COVID-19 dan perubahan gaya hidup

Tak bisa dipungkiri, wabah COVID-19 telah banyak sekali mengubah gaya hidup kita. Selain berbagai kondisi negatif dan duka cita, pandemi ini telah menggeser kebiasaan kita dari yang paling kecil, misalnya pertemuan yang bisa dilakukan dengan konferensi video, bahkan seminar dan sidang tugas akhir pun dilakukan dengan cara itu. Setelah sekian tahun hidup dengan virus berbahaya ini, akhirnya kita umat manusia pun bisa "mengalahkannya".

Lalu apa yang bisa kita pelajari dari sana?

Semangat tuk terus hidup, terus berbuat baik, dan menyambung silaturahmi tidak kenal batasan ruang dan waktu. Dengan bantuan teknologi informatika, jarak sejauh apapun dapat terlipat hingga menjadi beberapa jengkal (jarak dari mata ke layar gawai). Pandemi COVID-19 sedikit banyak juga telah mengajarkan saya tuk hidup lebih mandiri, lebih bisa mengandalkan diri sendiri alih-alih orang tua. Memaksimalkan teknologi tuk bisa berkomunikasi dengan anggota keluarga.


Indonesia,  2 Mei 2022

Selamat lebaran




No comments:

Post a Comment