Monday 22 November 2021

Kenapa sebelum hujan gerah?

 musim hujan telah tiba. beberapa kali hujan badai terjadi di sini. oke, daripada saya lupa untuk menuliskan ide ini, jadi saya bikin saja tulisan ini. setidaknya ada dua alasan kenapa kita merasa gerah sebelum hujan turun, utamanya jika hujannya deras, yaitu proses presipitasi dan kelembaban.

presipitasi

presipitasi adalah proses kondensasi uap air (perubahan dari gas menjadi cair). kondensasi atau pengembunan secara termodinamika bersifat eksotermis, artinya energi panas (kalor) dari sistem (yaitu uap air itu) dibebaskan ke lingkungan (yaitu atmosfer atau udara), sehingga suhu udara pun naik karena mendapat tambahan kalor dari uap air yang mengembun tersebut.


kelembaban

tubuh kita adalah sistem biologis yang sangat canggih. ketika termometer alamiah kita (yaitu kulit) merasakan ada kenaikan suhu di lingkungan, maka ia akan berusaha untuk mendinginkan diri dengan mengeluarkan keringat. tapi ceritanya tidak hanya berhenti di situ. keringat yang kita keluarkan tidak hanya "bertugas" membasahi kulit saja, tetapi memindahkan panas dari permukaan kulit ke udara. kira-kira begini prosesnya. 

menurut termodinamika, panas berpindah dari tempat bersuhu tinggi ke tempat bersuhu lebih rendah. nah ketika tubuh berkeringat, panas dari permukaan kulit akan berpindah ke bulir bulir keringat (diserap oleh cairan keringat), lalu cairan keringat akan menguap (berpindah dari fase cair ke fase gas) bersamaan dengan panas yang telah diserapnya. peristiwa perpindahan ini disebut konveksi.

lalu apa kaitannya dengan kelembaban?

kelembaban adalah kandungan uap air di udara. hujan terjadi (salah satunya) karena kelembaban tinggi. kelembaban yang tinggi itu ternyata menghambat proses konveksi keringat. sama seperti panas yang berpindah dari suhu tinggi ke rendah, massa pun demikian. bedanya, massa berpindah dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.
ketika kelembaban tinggi, artinya konsentrasi air di udara juga tinggi. akibatnya, proses konveksi bulir-bulir keringat dari permukaan kulit ke udara pun tidak terjadi. istilah teknisnya adalah konsentrasi uap air di udara sudah jenuh, sehingga tidak bisa "melarutkan" air lagi. ibaratnya kita bikin larutan gula. ketika pertama kali kita masukkan 1 sendok gula ke 1 gelas air, masih bisa larut. sendok kedua pun masih larut, sampai beberapa sendok lagi, gula sudah tidak bisa terlarut lagi. itu artinya kondisi gula dalam larutan tersebut sudah lewat jenuh. begitu pula dengan uap air dan udara.
di aplikasi cuaca mungkin kita sering lihat suhu 30°C tapi "terasa seperti" 35°C, ya karena kelembaban itu. hal itu juga yang menyebabkan dengan suhu yang sama (misalnya 30°C) di surabaya akan terasa jauh lebih panas daripada di tangerang, karena surabaya dekat dengan pesisir pantai, sehingga secara default kelembabannya akan lebih tinggi dibanding tangerang yang lumayan jauh dari pantai.

nah dua faktor itu setidaknya yang membuat kita merasa kegerahan ketika hujan deras akan turun. panas yang dibebaskan oleh uap air yang mengembun menjadi bulir-bulir hujan, dan kelembaban udara yang tinggi sehingga panas dari dalam tubuh kita tidak terkonveksi secara maksimal dan terkungkung.

tangerang selatan, 2021/11/22
masih bagian dari 30 menit menulis (meskipun sudah lama skip)




No comments:

Post a Comment