Friday 10 January 2020

Catatan di Awal 2020



kita telah memasuki dekade baru. seperlima abad ke-21 telah terlewati. banyak pelajaran telah saya dapat dalam kurun waktu 3 tahun setelah lulus sarjana sains terapan dari sttn yogyakarta, utamanya pelajaran mengenai kegagalan, kehilangan, menerima kenyataan, dan bagaimana mengelola ekspektasi untuk meminimalisasi kekecewaan.

dalam kurun waktu 3 tahun setelah lulus sarjana, telah saya alami 7x kegagalan dalam aplikasi beasiswa, 2x gagal masuk cpns (percobaan yang pertama juga harusnya tinggal sejengkal, dan seharusnya saya sudah menulis ini sebagai pranata nuklir di batan serpong kalau sejengkal itu telah terlewati), dan entah berapa kali gagal dalam melamar berbagai macam pekerjaan. saya benar-benar kalah, dikalahkan oleh kehidupan yang memang sejak awal tidak pernah adil.

ada sebuah adagium, sejarah ditulis pemenang. karena alasan itu, saya tidak mampu (atau tidak mau) menuliskan sejarah saya sendiri selama awal 2018 hingga akhir 2019. sekarang, di awal 2020 ini saya ingin merekapitulasi apa-apa yang telah terjadi di periode kekalahan tersebut, sebagai bahan introspeksi dan menerima diri sendiri, bahwa ia tidaklah sempurna dan sangat mungkin untuk tidak selalu menang.

tiga tahun setelah mendapat titel sarjana, ielts sudah kadaluarsa tanpa pernah mengantarkan saya ke mana pun, sertifikat toefl bahkan sudah bikin 2x dan dua-duanya juga tidak mengantarkanku ke manapun kecuali hanya lolos persyaratan administratif. lantas ipk? memang betul bahwa ipk hanyalah deretan angka.

di pertengahan 2018 ketika saya benar-benar kehilangan semuanya, saya menangis tersedu-sedu. malam itu, saya benar-benar patah hati. sakitnya mungkin melebihi ditinggal menikah duluan. sakit sekali. itu adalah kegagalan kelima dalam percobaan aplikasi beasiswa, dan merupakan yang paling menyakitkan. tinggal selangkah lagi untuk bisa merasakan pendidikan di negeri matahari terbit, tapi jembatannya roboh justru di langkah yang terakhir dan yang paling penting. semua imaji mengenai negeri 6000 km di seberang sana lagi-lagi harus hilang. saya belum akan berangkat ke jepang april 2019.

saya mencoba lagi mendaftar beasiswa inpex. saya mengontak kembali sensei di jepang untuk minta rekomendasi  atau semacamnya (yang menyatakan bahwa beliau akan menerima saya di jepang nanti). sensei setuju, bahkan bilang "i would be happy to help." sungguh baik sekali, karena bahkan satu kali pun kami belum pernah bertemu. kegagalan keenam itu datang di awal 2019, dengan sebuah email dari inpex foundation yang entah di kalimat ke-berapa, tertulis "we are sorry to inform you..."

kuartal kedua 2019, kegagalan ke-7 hadir dalam bentuk tidak munculnya no. registrasi saya (untuk mext) di website kedutaan besar jepang untuk indonesia. kalau di kegagalan kelima, saya gagal saat hanya sejengkal lagi mencapai jepang, kali ini langkah pertama yang harus terhenti. tetapi entah mengapa, sakitnya tak separah kegagalan-kegagalan sebelumnya. mungkin karena sudah begitu kebal?

tahun 2019 sudah terlewati separonya. saya sudah hampir menyerah dan merasa semakin useless. tetapi, seorang teman menguatkan, "kalau jalanmu terhalang portal, mungkin sudah saatnya lewat jalan lain, putar sebentar lewat gang atau blok lain yang masih buka. siapa tahu bisa keluar." terima kasih atas saran dan dukunganmu, kawan.

saya melewati jalan memutar untuk bisa keluar dari komplek yang bernama rangkaian kegagalan. caranya? saya menuruti permintaan orang tua. saya daftar s2 tapi kali ini di kimia fakultas sains, its surabaya. harapannya masih sama, bagaimana caranya dengan bersekolah di sini bisa mengantarkan saya menuju negeri matahari terbit. semoga jalannya terbuka.

satu semester pun tanpa terasa telah terlewati, meskipun sedikit berat karena background saya yang dari engineering lalu melanjutkan ke pure science. dari yang tadinya belajar proses-proses kimia di skala pabrik, menjadi belajar kimia di skala molekuler bahkan atomik. meski begitu, kabar baiknya semuanya bisa menjadi lebih ringan karena teman-teman yang sangat baik dan mau membantu saya memahami apa yang sebelumnya belum pernah saya pelajari. terima kasih banyak atas segala bantuannya selama satu semester ini.

tahun baru, dekade baru, harapan baru
mungkin akan menjadi sangat klise, tetapi di tahun 2020 ini saya ingin

  • membaca lebih banyak buku (fiksi maupun nonfiksi), dan menuliskan ulasannya di blog ini. setelah saya melihat rekap reading challenge di akun goodreads rasanya miris sekali karena dari 12 buku yang ditargetkan di 2019, hanya 11 yang terbaca. padahal di negara-negara maju, anak-anak dengan usia separo usiaku bisa membaca buku sebanyak 3x lipat banyak dalam setahun. jumlah harinya sama, kan?
  • menulis lebih banyak di blog ini, setidaknya 1 tulisan per-bulan. tidak usah muluk muluk 1 tulisan per-minggu, atau bahkan per-hari. minimal mengenyahkan rasa malas untuk menulis dulu, baru kalau sudah konsisten barangkali bisa ditingkatkan frekuensinya. saya juga tidak terlalu memikirkan ada yang membaca atau tidak, karena saya menulis di sini demi melatih kemampuan menulis saja.
  • meningkatkan skor toefl. because, why not?
  • meningkatkan kemampuan bahasa jepang yang entah mengapa semakin hari semakin meluruh begitu saja sejak kegagalan yang kelima (mungkin karena patah hati yang begitu kuat, sampai tiba-tiba keinginan mempelajarinya juga ikut menurun).
  • menuntaskan apa yang menjadi resolusi 2010, entah dengan cara apa tapi mungkin bisa lewat student exchange atau short program. setidaknya 1 semester bisa merasakan sekolah di sana.
semoga di tahun 2020 ini, semua harapan kita bisa menjadi kenyataan.
kan, lagi-lagi klise.

surabaya, 20201001
barusan hujan reda



No comments:

Post a Comment